Game Upin & Ipin Universe yang seharusnya menjadi tonggak industri game animasi di Malaysia kini menghadapi gelombang boikot besar-besaran. Dirilis oleh Les Copaque Production bersama Streamline Studios, game ini justru menimbulkan kemarahan publik karena dianggap tidak layak jual, penuh bug, dan tidak menghargai kreator maupun pekerjanya sendiri.
Sejak diluncurkan, tagar #BoikotLesCopaque dan #BoikotStreamlineMedia mendominasi lini masa X. Gamer, kreator, dan warganet membagikan keluhan dan pengalaman buruk mereka. Rangkaian masalah yang muncul bukan cuma soal teknis, tapi juga menyangkut prinsip dan kepercayaan terhadap pengembang.
Isu pertama muncul dari harga. Dengan banderol 170 ringgit Malaysia atau sekitar Rp 650.000, banyak yang merasa game ini terlalu mahal untuk apa yang ditawarkan. Target utamanya anak-anak dan keluarga, tapi kontennya tipis, fitur terbatas, dan pengalaman bermain terlalu sederhana. Banyak yang menyebut game ini bisa ditamatkan dalam hitungan jam, tanpa replay value yang kuat.
Di sisi teknis, keluhan membanjir. Game disebut sering crash, karakter bisa tersangkut, dan performa grafis tidak stabil. Frame drop, animasi macet, serta bug yang mengganggu progres permainan jadi hal umum yang dialami pengguna. Di Steam, ulasan game ini menunjukkan rating campuran. Mayoritas ulasan negatif menyoroti harga yang tidak sesuai dengan isi.
Namun yang membuat situasi lebih rumit adalah cara Les Copaque menangani relasi dengan kreator konten. Dua nama besar yang terkena dampaknya adalah Windah Basudara dan CupID15. Keduanya mengunggah video gameplay Upin & Ipin Universe ke YouTube. Namun, video mereka terkena klaim hak cipta. Padahal, mereka membeli game itu secara legal dan tidak mendapat sponsor dari pengembang.
Ironisnya, Les Copaque justru menggunakan cuplikan dari video kreator tersebut sebagai materi promosi. Tidak ada izin, tidak ada pemberitahuan, dan tidak ada kompensasi. Bagi banyak orang, ini adalah bentuk eksploitasi. Kreator dirugikan karena terkena copyright strike, sementara pihak pengembang memanfaatkan karya mereka untuk kepentingan promosi.
Kemarahan semakin meluas ketika muncul laporan soal perlakuan tidak adil terhadap karyawan Streamline Studios. Beberapa laporan menyebutkan gaji yang telat dibayar berbulan-bulan dan mantan karyawan yang tidak menerima pesangon. Isu ini memicu solidaritas dari komunitas gamer yang melihat bahwa masalah dalam game ini bukan hanya soal kualitas produk, tapi juga menyangkut cara perusahaan memperlakukan orang-orang di belakang layarnya.
Merespons tekanan publik, Les Copaque merilis video klarifikasi di YouTube berjudul Soal Jawab: Upin & Ipin Universe. Mereka menyatakan bahwa klaim hak cipta terjadi karena musik dalam game diambil dari serial animasi Upin & Ipin, yang memang dilindungi lisensi. Karena itu, sistem YouTube secara otomatis mendeteksi dan memblokir video yang mengandung musik tersebut.
Sebagai solusi sementara, mereka menyarankan kreator untuk mematikan musik dalam game atau mengecilkan volumenya. Les Copaque juga mengklaim sedang berkoordinasi dengan publisher agar video kreator bisa dimonetisasi kembali. Permintaan maaf secara terbuka disampaikan kepada Windah dan kreator lainnya.
Terkait penggunaan video kreator untuk promosi, mereka mengakui hal tersebut dan menyebutnya sebagai bentuk apresiasi terhadap komunitas. Untuk harga game, Les Copaque menegaskan bahwa harga itu mencerminkan besarnya biaya produksi dan kerja keras tim developer. Mereka berjanji akan memperbaiki bug, meningkatkan performa, dan menambah konten secara bertahap.
Soal isu ketenagakerjaan, Les Copaque membantah kabar yang beredar dan menyebut bahwa semua kewajiban terhadap karyawan telah dipenuhi sebelum peluncuran game.
Namun, bagi banyak orang, klarifikasi itu datang terlambat dan terasa defensif. Sentimen negatif terhadap game ini terus meningkat. Boikot masih berlangsung. Gamer tetap menolak membeli game yang mereka nilai tidak menghargai komunitas, kreator, dan tenaga kerjanya.
Game Upin & Ipin Universe kini menjadi simbol dari kejatuhan cepat akibat ketidaksiapan teknis, kesalahan komunikasi, dan kurangnya penghormatan terhadap orang-orang yang menopang popularitas sebuah IP. Jika tidak ada langkah perbaikan yang konkret, boikot ini bisa berujung pada keruntuhan kepercayaan jangka panjang terhadap proyek-proyek Les Copaque selanjutnya.
