Internet adalah tulang punggung kehidupan modern. Dari belanja online, belajar jarak jauh, bekerja remote, hingga hiburan digital, semua bergantung pada koneksi yang stabil. Maka tidak heran laporan Speedtest Global Index edisi Agustus 2025 menarik perhatian. Indonesia tercatat naik tiga tingkat dalam daftar internet seluler dunia, kini berada di peringkat ke-83 global.
Peningkatan ini menjadi sinyal positif, walau harus diakui jurang dengan negara-negara pemimpin digital masih lebar. Angka 45 Mbps memang cukup untuk kebutuhan harian, tetapi masih jauh dibandingkan standar global yang sudah ratusan Mbps.
Kondisi Internet Indonesia Saat Ini
Berdasarkan data Speedtest, performa Indonesia terbagi dua kategori:
- Internet Seluler
Download median: 45,01 Mbps
Upload median: 16,01 Mbps
Latensi: 22 ms - Fixed Broadband (Kabel)
Download median: 39,88 Mbps
Upload median: 26,61 Mbps
Latensi: 7 ms
Angka ini memperlihatkan hal menarik: internet seluler Indonesia justru lebih cepat dibanding broadband. Padahal, di banyak negara maju, broadband adalah tulang punggung dengan performa jauh lebih tinggi.
Sebagai pembanding, Uni Emirat Arab mencatat 614,42 Mbps untuk internet seluler, sedangkan Singapura unggul di broadband dengan 394,3 Mbps. Gap ini menunjukkan masih banyak pekerjaan rumah untuk membawa Indonesia ke level kompetitif global.
Bekasi dan Jakarta Selatan Jadi Tolok Ukur Nasional
Di balik data nasional, laporan Speedtest juga menyoroti dua kota besar sebagai simbol koneksi tercepat di Indonesia, yaitu Bekasi dan Jakarta Selatan.
Internet Seluler
- Bekasi: download median 54,59 Mbps, upload 21,05 Mbps, latensi 18 ms. Peringkat global ke-118 dari 148 kota.
- Jakarta Selatan: download median 52,29 Mbps, upload 17,84 Mbps, latensi 20 ms. Peringkat global ke-122.
Internet Broadband
- Jakarta Selatan: download median 46,62 Mbps, peringkat global ke-141.
- Bekasi: download median 43,66 Mbps, peringkat global ke-146.
Dua kota ini menjadi wajah optimisme. Keduanya berhasil menembus di atas 50 Mbps untuk seluler dan tetap unggul untuk broadband. Meski secara global masih jauh tertinggal, catatan ini membuktikan bahwa pusat urban di Indonesia sudah mulai merasakan kecepatan yang lebih layak.
Mengapa Median Jadi Patokan
Speedtest memilih menggunakan median speed ketimbang rata-rata. Alasan utamanya adalah median lebih representatif. Dengan median, kita tahu setengah pengguna ada di bawah angka 45 Mbps dan setengah lainnya di atas.
Jika hanya memakai rata-rata, data bisa bias karena hasil ekstrem. Median menggambarkan pengalaman nyata sehari-hari yang lebih dekat dengan kenyataan, bukan angka yang hanya menguntungkan segelintir pengguna dengan koneksi supercepat.
Kesenjangan Digital Masih Terlihat
Meski laporan ini membawa kabar baik, tantangan terbesar tetaplah kesenjangan akses internet. Bekasi dan Jakarta Selatan bisa menikmati internet di atas 50 Mbps, sementara di banyak daerah pelosok, jaringan masih terbatas, bahkan ada yang masih mengandalkan 3G.
Ketimpangan ini berdampak luas:
- Anak sekolah kesulitan belajar daring.
- UMKM sulit berkembang lewat pasar digital.
- Layanan publik berbasis internet tidak berjalan maksimal.
Tanpa pemerataan, jurang digital ini bisa menambah ketidaksetaraan sosial dan ekonomi di Indonesia.
Harapan Menuju Indonesia Emas 2045
Naiknya peringkat Indonesia tiga tingkat adalah kabar baik, tetapi masih sekadar langkah awal. Jika ingin mencapai target Indonesia Emas 2045, internet cepat dan merata adalah syarat mutlak.
Internet bukan hanya soal hiburan. Ia adalah fondasi untuk:
- Ekonomi digital dan e-commerce.
- Startup dan inovasi teknologi.
- Layanan keuangan berbasis aplikasi.
- Riset dan pendidikan modern.
Bekasi dan Jakarta Selatan memberi bukti bahwa peningkatan bisa dicapai. Tantangan berikutnya adalah bagaimana membawa kualitas yang sama ke seluruh Indonesia. Jika pemerintah dan penyedia layanan bisa mempercepat pembangunan infrastruktur digital, bukan mustahil Indonesia bisa naik ke 50 besar dunia dalam 10–15 tahun.
Koneksi internet bukan hanya tentang kecepatan mengunduh, melainkan tentang masa depan daya saing bangsa.
